Laporan Praktikum Kimia Analitik 1 : Percobaan 5 (Gravimetri)
Master 1
Laporan Praktikum Kimia Analitik 1 : Percobaan 5 (Gravimetri)
Extras Dasar Teori
Sumber : (Shevla,1990)Master 2
Pembahasan Penentuan
Nikel Secara Gravimetri
Pada percobaan pertama akan dibahas
mengenai penentuan Ni secara gravimetri yang bertujuan untuk menentukan kadar
nikel dari endapan yang terbentuk dengan cara mengendapkan ion nikel dalam
bentuk endapan Ni(DMG)2. Metode yang digunakan dalam menentukan
kadar Ni adalah gravimetri pengendapan. Day dan Underwood (2002), menyatakan
bahwa gravimetri pengendapan adalah gravimetri dengan komponen yang hendak
didinginkan diubah menjadi bentuk yang sukar larut atau mengendap dengan
sempurna.
Sebelum menambahkan bahan utama,
yaitu DMG, ada beberapa perlakuan penambahan bahan yang dilakukan untuk
memperlancar proses pengendapan Ni(DMG)2. Perlakuan pertama adalah mengencerkan
sampel dengan akuades. Tujuannya adalah untuk melarutkan garam yang berada
dalam sampel sehingga mudah bercampur dengan air. Selain itu, penambahan
akuades menyebabkan keenceran sampel bertambah, sehingga memungkinkan untuk
mendaptkan endapan yang besar.
Selanjutnya adalah menambahkan asam
tartat dan amonia pekat ke dalam sampel. Penambahan asam tartat ini berfungsi
untuk mencegah interferensi atau gangguan dari Cr, Fe, dan logam-logam lain,
sehingga didapatkan unsur Ni yang murni pada endapannya. Sedangkan penambahan
amonia berfungsi sebagai larutan buffer, dimana pH larutan dijaga pada pH
antara 5 sampai 9 . pH yang terlalu rendah akan menyebabkan kesetimbangan
reaksi mengarah pada pembentukan ion nikel (II), sehingga tidak jadi terbentuk
endapan Ni(DMG)2.
Larutan sampel kemudian diasamkan dengan HCl (antara
pH 3-4) untuk mencegah terbentuknya endapan Ni(DMG)2 di awal penambahan DMG.
Terbentuknya endapan di awal menyebabkan endapan yang terbentuk berukuran kecil
sehingga sulit untuk dilakukan penyaringan dengan penyaring biasa. Setelah itu
dilakukan pemanasan
Setelah dipastikan larutan dalam keadaan baik untuk
terjadi pengendapan, barulah larutan dimetilglioksin (DMG) dimasukan kedalam
sampel sambil dilakukan pengadukan. Penambahan DMG ini akan membentuk kompleks
dengan nikel dan menimbulkan warna merah pada endapan yang terbentuk. Endapan
yang terbentuk merupakan senyawa kelat. Menurut Wasito (2001), senyawa kelat
dihasilkan oleh kombinasi senyawa yang menganding gugus elektron donor dengan
ion logam, dalam ha ini Nikel, membentuk suatu cincin. Menurut Shevla (1990), reaksi
yang terbentuk adalah :
(PERS REAKSI
BROOO !)
Setelah mulai terlihat endapan,
maka larutan dipanaskan selama 30-60 menit, sehingga reaksi berlangsung cepat
akibar partikel yang bertumbuk cepat, dan kemurnian endapan lebih baik akibat
terlarutnya zat pengotor pada suhu tinggi. Endapan yang diperoleh perlu
dimurnikan untuk membebaskan ion-ion yang masih terkandung didalmanya, seperti
Cl-. Sehingga pencucian dilakukan menggunakan akuades. Ion Cl- akan terikat
kuat dengan molekul H2O sehingga endapan dapat terpisahkan dengan mudah oleh
ion Cl- dengan pencucian air.
Berdasarkan hasil percobaan
diperoleh massa hasil endapan Ni(C4H7O2N2)2 sebesar 0,0192 gram. Sedangkan,
massa Ni dalam endapan Ni(C4H7O2N2)2 tersebut sebesar 0,0039 gram. Sehingga
persentase Ni dalam endapan Ni(C4H7O2N2)2 tersebut adalah 20,31 %.
Pembahasan Penentuan
Klorida terlarut secara Gravimetri
Pada percobaan kedua akan dibahas
mengenai penentuan klorida terlarut secara gravimetri, yang bertujuan untuk
menentukan kadar klorida dalam sampel dengan cara mengendapkan ion cl- dalam
bentuk endapan AgCl. Metode yang digunakan dalam menentukan kadar Cl- adalah
gravimetri pengendapan. Untuk melakukan penentuan yang akurat, maka percobaan
dilakukan terhadap tiga sampel untuk mendapatkan tiga data yang berbeda.
Pertama-tama sampel yang berupa
padatan, dilarutkan terlebih dahulu menggunakan akuades sehingga dihasilkan
sampel berupa larutan yang memudahkan suatu sampel dalam bereaksi kimia dengan
senyawa larutan lain. Larutan sampel kemudian ditambahkan larutan HNO3 untuk
memberikan suasana asam dalam proses reaksi yang berlangsung. Selain itu
endapan yang akan dicari, yaitu AgCl hanya dapat terbentuk melalui suasana
asam, sedangkan pada suasana basa endapan yang terbentuk adalah AgOH. Larutan kemudian diaduk agar larutan menjadi
homogen.
Setelah itu larutan sampel
ditambahkan dengan larutan AgNO3 lalu dipanaskan perlahan dan dibiarkan tetap
hangat sehingga reaksi yang terjadi berjalan cepat karena faktor partikel yang
bertumbukan lebih sering. Namun proses pemanasan tidak boleh sampai mendidih,
karena hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya perusakan struktur terhadap
endapan yang akan terbentuk.
Penambahan ion Ag+ dalam AgNO3
dilakukan berlebih dalam larutan sampel sehingga koncentrasi ion Cl- dalam
kesetimbangan reaksi dapat diabaikan sehingga endapan yang terbentuk menjadi
sempurna. Reaksi yang terjadi menghasilkan produk berupa endapan putih AgCl. Menurut
Khopkar (1990), hal tersebut dapat terjadi karena larutan yang terbentuk sudah
lewat jenuh, yang berarti QC > KSP karena pelarut tidak mampu lagi
melarutkan zat terlarut. Menurut Shevla (1990) persamaan reaksinya adalah
sebagai berikut :
(PERS REAKSINYA BROOO !!!)
Endapan yang terbentuk kemudian
disaring untuk memisahkannya dengan larutan. Endapan ini kemudian dicuci
menggunakan aseton. Aseton yang bersifat nonplar berfungsi untuk melarutkan
sisa-sisa pengotor non polar yang masih terkandung didalam endapan, sehingga
dihasilkan endapan AgCl yang lebih murni. Setelah itu endapan yang terbentuk
harus dikeringkan selama sehari untuk
menguapkan air yang masih bersatu dalam endapan. Senyawa AgCl sangat peka
tehadap cahaya dan menyebabkan strukturnya terurai. Oleh karena itu pendiaman
ini dilakukan pada ruang tertutup.
Berdasarkan hasil percobaan
diperoleh rata-rata massa hasil endapan
AgCl sebesar 0,3419 gram dengan standar deviasi 0,004293 gram. Sedangkan, massa
Ag dalam endapan AgCl tersebut sebesar 0,08517 gram. Sehingga persentase Cl-
dalam sampel tersebut adalah 85,17 %.
Komentar
Posting Komentar