Laporan Praktikum Kimia Analitik 1 : Percobaan 4 (Titrasi Redoks)
Master 1
Master 2
Pembahasan Titrasi Redoks
Pembuatan
larutan standar KMnO4
Pada metode
yang pertama ini bertujuan untuk mentapkan normalitas larutan standar KMnO4.
Larutan KMnO4 yang merupakan larutan standar sekunder mempunyai sifat
higroskopis, yang berarti mudah menyerap uap air, dan menyerap CO2, sehingga
larutan ini tidak bisa diketahui Molarnya dengan cara penimbangan karena
beratnya tidak stabil dan bisa berubah dengan cepat. Maka dengan itu, perlu
diketahui Konsentrasi KMnO4 secara pasti melalui proses titrasi dengan larutan
Na2C2O4, yang merupakan larutan standar primer. Metode yang digunakan adalah titrasi
permanganometri, yaitu titrasi yang menggunakan KMnO4 sebagai oksidator kuat
pada larutan titran. Selain itu, fungsi KMnO4 juga bisa sebagai indikator, sehingga
perubahan warna saat titik akhir titrasi dapat diamati.
Jika dalam
suasana basa maka titrasi permanganometri akan menghasilkan endapan coklat MnO2
yang mengganggu, maka dari itu percobaan ini dilakukan dengan suasana asam
dengan penambahan H2SO4 pekat, sehingga hasil yang terbentuk berupa Mn2+
tereduksi yang berwarna merah jambu. Selai itu, penambahan H2SO4 befungsi juga
sebagai katalis untuk mempercepat laju reaksi titrasi redoks. Perlakuan
selanjutnya adalah pemanasan campuran larutan Na2C2O4 dan asam sulfat. Karena
reaksi yang terjadi pada suhu kamar berlangsung lambat, maka tujuan dari
pemanasan ini adalah untuk mempercepat laju reaksi dengan molekul-molekul yang
relatif lebih sering bertumbukan pada suhu tinggi.
Setelah itu,
proses standarisasi dimulai dengan menambahkan tetes demi tetes larutan KMnO4
ke dalam Na2C2O4 sampai perubahan warna terjadi. Titik akhir titrasi ditandai
dengan berubahnya warna larutan dari tidak berwarna menjadi berwarna ungu.
Warna ungu menandakan bahwa ion Mn2+ telah terbentuk saat terjadinya titik
ekivalen antara mol Na2C2O4 dengan KMnO4. Volume KMnO4 yang diperlukan untuk
mencapai titik ekivalen adalah 19,2 ml, sehingga jika diproses pada penghitungan
normalitas maka akan diperoleh hasil dari normalitas KMnO4 sebesar 0,0194 N.
Pembuatan larutan standar Na2S2O3
Pada metode
yang kedua ini bertujuan untuk mentapkan Normalitas larutan standar Na2S2O2.
Larutan Na2S2O3 merupakan larutan standar sekunder mempunyai sifat higroskopis,
sehingga perlu dilakukan penenentuan terhadap normalitas yang pasti. Metode
yang digunakan untuk menstandarisasi larutan natrium thiosulfat adalah titrasi
Iodometri (tak langsung) yang mana ion iodida berfungsi sebagai reduktor pada
awal titrasi. Pada tahap awal ion idodida berlebih akan mengalami oksidasi
menjadi iodin. Kemudian iodin yang terbentuk dititrasi menggunakan larutan
standar Na2S2O3 sehingga volume yang digunakan untuk mencapai titik
kesetimbangan dapat digunakan untuk menentukan spesi yang ingin dicari.
Sebelum proses
titrasi, larutan yang akan dititrasi ditambahkan dengan H2SO4. Tujuannnya
adalah untuk memberikan suasana asam dalam proses reaksi yang terjadi. Selain itu
penambahan H2SO4 berfungsi sebagai katalis, yaitu mempercepat jalannya reaksi
titrasi redoks. Selain itu sebelum titrasi, indikator amilum ditambahkan
kedalam larutan analit untuk memberikan tanda saat terjadinya titik ekivalen
pada proses titrasi. Titrasi harus dilakukan dengan segera untuk meminimalisir
terjadinya oksidasi iodida oleh udara. Pada tahap awal larutan analit K2Cr2O7
ditambahkan dengan larutan KI, sehingga reaksi yang tejadi adalah reaksi redoks
dimana, ion Cr2O7 2- tereduksi dan I- teroksidasi menghasilkan Cr3+ dan I2.
Saat mulai
penambahan, I2 bereaksi dengan ion thiosulfat mengasilkan I-. Saat terjadinya
titik akhir, warna larutan kemudian berubah dari coklat menjadi hijau tua. Hal
tersebut terjadi karena, I2 yang telah habis bereaksi menyebabkan indikator
amilum terkomplekskan dengan ion thiosulfat berlebih, sehingga hal tersebut
menjadi tanda terjadinya titik ekivalen dimana mol I2 setara dengan mol natrium
thiosulfat.Volume Na2S2O3 yang diperlukan untuk mencapai titik akhir sebesar
12,1 ml. Volume tersebut digunakan untuk menetapkan normalitas dari Na2S2O3, melalui
perhitungan analitik, sehingga didapatkan Normalitas Na2S2O3 sebesar 0,206 N.
Analisis
Kemurnian Kadar Naocl Dalam Larutan Pemutih
Metode yang
digunakan dalam menentukan kadar natrium hipoklorit (NaOCl) pada larutan
pemutih adalah juga dengan titrasi
iodometri atau secara tidak langsung. NaOCL ditambahkan dengan larutan KI ,
sehingga reaksi yang tejadi adalah reaksi redoks dimana, ion OCl- tereduksi dan
I- teroksidasi menghasilkan Cl- dan I2. Tak lupa larutan H2SO4 ditambahkan
kedalam larutan untuk memberikan suasana asam dan juga sebagai katalis, yaitu
mempercepat jalannya reaksi titrasi redoks.
Saat proses
titrasi, I2 bereaksi dengan ion thiosulfat mengasilkan I-. Lambat laun, warna
larutan berubah seiring bertambahnya volume thioslufat dalam larutan. Warna
kuning yang terjadi menandakan I2 semakin habis bereaksi mendekati titik
ekivalen, sehingga konsentrasi mol 2I- yang terbentuk semakin banyak. Setelah fenomena ini terjadi, barulah
indikator amium ditambahkan ke dalam larutan tersebut untuk menandakan
terjadinya titik akhir. Hal tersebut dilakukan karena kompleks amilum I2
terdisosiasi sangat lambat akibatnya banyak I2 yang akan teradsorbsi oleh
amilum jika amilum ditambahkan pada awal titrasi. Selain itu, alasan penambahan
amilum diakhir untuk menghindari hidrolisis amilum.
Setelah
ditambahkan amilum, proses titrasi dimulai kembali sampai terbentuk warna hijau
tua. Warna hijau tua yang terbentuk terjadi akibat indikator amilum yang
terkomplekskan dengan ion thiosulfat berlebih. Hal tersebut menjadi tanda telah
terjadinya titik ekivalen, dimana mol I2 setara dengan mol natrium
thiosulfat.Volume yang digunakan untuk mencapai keadaan tersebut adalah sebesar
3 ml. Volume tersebut digunakan untuk menetapkan kadar NaOCl dalam larutan
pemutih, melalui perhitungan analitik, sehingga didapatkan kadar NaOCl sebesar
0,575 %
Menetapkan
Ion Ferro
Pada percobaan terakhir dilakukan
untuk menentukan ion ferro (Fe2+) dengan menggunakan metode dikromatometri.
Prinsip dari metode ini adalah dengan menggunakan ion bikromat (Cr2O7 2-)sebagai
oksidator. Sebelum proses titrasi, larutan H2SO4 ditambahkan untuk memberikan
suasana asam pada reaksi yang terjadi, dan sebagai katalis dengan mempercepat
laju reaksi titrasi redoks. Kemudian, indikator yang digunakan yaitu difenil
amin yang mempunyai warna violet gelap dalam keadaan teroksidasi.
Pada saat titrasi, penambahan ion
bikromat menyebabkan ion Fe2+ teroksidasasi menjadi fe3+ sedangkan ion bikromat
sendiri mengalami keadaan tereduksi menjadi Cr3+. Perubahan warna yang terjadi
dari ungu kehitaman menjadi coklat kehitaman menandakan terjadinya titik akhir
titrasi dan titik ekivalen disebabkan 6 mol Fe2+ setara dengan 1 mol bikromat.
Volume yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir tersebut sebesar 4ml. Volume
tersebut digunakan untuk menetapkan konsentrasi dari ion ferro, melalui
perhitungan analitik, sehingga didapatkan Molaritas Fe2+ sebesar 0,04 M.
Komentar
Posting Komentar