Langsung ke konten utama

Laporan Kimia Analitik 1 : Percobaan 3 (Titrasi Argentometri dan Kompleksometri)

Laporan Kimia Analitik 1 : Percobaan 3 (Titrasi Argentometri dan Kompleksometri)

Master 1











Master 2








Master 3


PEMBAHASAN : TITRASI ARGENTOMETRI DAN TITRASI KOMPLEKS
Pada percobaan kali ini akan dibahas mengenai titrasi argentometri dan titrasi kompleks.  Tujuan dilakukannya percobaan adalah untuk mempelajari titrasi argentometri dengan menentukan berat bromida dalam cara volhard, mempelajari titrasi argentometri dengan  menentukan klorida dalam garam dapur kasar melalui metode Mohr dan metode Fajans, dan untuk mempelajari titrasi kompleks dengan menentukan kesadahan air.

Pembuatan larutan standar NH4CNS 0,1 N
Sebelum larutan NH4CNS dipakai sebagai larutan standar pada percobaan kedua (metode volhard), hal yang harus dilakukan adalah menstandarisasi larutan tersebut dengan larutan standar primer. Larutan NH4CNS yang merupakan larutan standar sekunder mempunyai sifat higroskopis, yang berarti mudah menyerap uap air, dan menyerap CO2, sehingga larutan ini tidak bisa diketahui Molarnya dengan cara penimbangan karena beratnya tidak stabil dan bisa berubah dengan cepat. Maka dengan itu, perlu diketahui Konsentrasi NH4CNS secara pasti melalui proses titrasi dengan AgNO3 0,1 N, yang merupakan larutan standar primer. Proses standarisasi ini menggunakan titrasi dengan metode Vollhard, yaitu metode titrasi dengan menggunakan Fe3+ (Ferri Ammonium sulfat) sebagai indikator.
            Sebelum dititrasi, larutan HNO3 dimasukkan kedalam larutan AgNO3 dan indikator ferri ammonium sulfat. Penambahan HNO3 bertujuan untuk memberikan suasana asam pada larutan, karena jika larutan yang terjadi dalam suasana basa, maka ion Fe3+ akan diendapkan menjadi Fe(OH)3. Sedangkan tujuan penambahan indikator adalah untuk memberikan tanda telah tercapainya titik ekivalen pada proses titrasi.
            Ketika larutan NH4CNS mulai ditetesi kedalam larutan AgNO3 yang berada di erlenmeyer, maka di dalam larutan tersebut terbentuk endapan putih dengan larutan tak bewarna (bening) yang berasal dari AgCNS(s). Reaksi yang terjadi pada AgNO3 saat awal penambahan NH4CNS adalah :
(lihat MASTER 2)
            Semakin lama larutan NH4CNS ditetesi, maka larutan yang tak berwarna tersebut, kemudian berubah menjadi berwarna merah yang merupakan telah terjadinya titik akhir titrasi, dan titik ekivalen lantaran larutan Ag+ dalam AgNO3 habis bereaksi dengan ionCNS-. Ion CNS- berlebih kemudian bereaksi dengan indikator Ferri ammonium sulfat membentuk senyawa kompleks [Fe(CNS)6]3-, senyawa inilah yang menjadi tanda berubahnya warna larutan. Reaksi antara ion CNS- dengan Fe3+ adalah sebagai berikut :
(lihat MASTER 2)
            Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh data berupa volume NH4CNS rata-rata yang dibutuhkan dalam proses titrasi yaitu sebesar 25,85 ml. Sehingga dari volume tersebut, diperoleh Molaritas NH4CNS sebesar 0,0967 M. Nilai konsentrasi NH4CNS itulah yang kemudian dipakai pada percobaan selanjutnya.

Penentuan Bromida dengan cara Volhard
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan KBr sebagai larutan yang akan ditentukan massanya. Sebelum dititrasi, larutan harus ditambahkan dengan HNO3 untuk memberikan suasana asam pada larutan, dengan penjelasan sama pada metode sebelumnya. Setelah itu larutan ditambahkan dengan larutan standar AgNO3 0,1 N (berlebih) sehingga terbentuklah endapan AgBr yang berwarna putih. AgNO3 dibuat berlebih agar tidak habis bereaksi dengan KBr, dan sisa AgNO3 dapat bereaksi dengan NH4SCN saat proses titrasi.
            Reaksi antara AgNO3 dengan KBr adalah :
(lihat MASTER 2)
            Setelah larutan ditambahkan indikator Ferri ammonium sulfat, maka titrasi dilakukan dengan menambahkan tetes demi tetes larutan NH4SCN ke dalam larutan yang berisi larutan AgNO3. Sehingga kedua senyawa tersebut bereaksi antara ion CNS- dan Ag+ membentuk endapan AgCNS-. Persamaan reaksinya adalah :
(Lihat master 2)
            Semakin lama larutan NH4CNS ditetesi, maka larutan kemudian berubah menjadi berwarna merah yang merupakan telah terjadinya titik akhir titrasi, dan titik ekivalen lantaran larutan Ag+ dalam AgNO3 habis bereaksi dengan ionCNS-. Ion CNS- berlebih kemudian bereaksi dengan indikator Ferri ammonium sulfat membentuk senyawa kompleks [Fe(CNS)6]3-, senyawa inilah yang menjadi tanda berubahnya warna larutan. Reaksi antara ion CNS- dengan Fe3+ adalah sebagai berikut:
(lihat MASTER 2)
            Berdasarkan hasil percobaan tersebut, didapat hasil berupa volume NH4CNS yang diperlukan sebesar 15,6 ml. Sehingga diperoleh massa KBr sebanyak 0,118 gr dalam 15 ml sampel KBr.

Penentuan Klorida dalam Garam Dapur Kasar dengan cara Mohr
            Langkah pertama adalah menambahkan larutan indikator K2CrO4, indikator yang dipakai pada metode Mohr, kedalam larutan sampel garam dapur kasar, sehingga larutan berubah warna menjadi kuning yang berasal dari K2CrO4.
            Setelah itu, larutan kemudian dititrasi menggunakan larutan standar AgNO3 0,1 N dengan ditambahkan tetes demi tetes, sehingga mulailah terbentuk endapan putih yang merupakan endapan AgCl. Reaksi yang terjadi saat awal titrasi adalah :
(lihat master 2)
           
Semakin lama larutan AgNO3 ditetesi, maka larutan yang berwarna kuning, kemudian berubah menjadi berwarna merah bata yang merupakan tanda telah terjadinya titik akhir titrasi, dan titik ekivalen lantaran larutan Cl- dalam NaCl habis bereaksi dengan ion Ag+ dalam AgNO3. Ion Ag+ berlebih kemudian bereaksi dengan indikator K2CrO4 membentuk senyawa Ag2CrO4, senyawa inilah yang menjadi tanda berubahnya warna larutan. Reaksi antara ion Ag+ dengan ion CrO42- adalah sebagai berikut :
(lihat master 2)
            Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh volume rata-rata AgNO3 yang dibutuhkan sebesar 10,55 ml. Volume ini kemudian dipakai dalam perhitungan untuk mencari kadar NaCl dalam sampel larutan garam dapur kasar. Sehingga hasil yang diperoleh pada percobaan ini sebesar 91,43 %.

Penentuan klorida dalam garam dapur kasar dengan cara Fajans
            Metode ini menggunakan diklorofloresein sebagai indikator yang dipakai untuk proses titrasi dengan larutan standar AgNO3. Metode fajans menggunakan indikator adsorbsi yang dapat diserap pada permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan  memasukan indikator diklorofloresein kedalam larutan sampel garam dapur, sehingga larutan berubah menjadi kuning kehijauan.
            Kemudian larutan dititrasi tetes demi tetes dengan larutan AgNO3 0,1 N sehingga mulai terbentuk endapan putih yang merupakan endapan AgCl, Reaksi pada awal proses titrasi adalah :
(master 2)
            Semakin lama larutan AgNO3 ditetesi, maka larutan yang berwarna kuning, kemudian berubah menjadi berwarna merah jingga yang merupakan tanda telah terjadinya titik akhir titrasi dan titik ekivalen lantaran larutan Cl- dalam NaCl habis bereaksi dengan ion Ag+ dalam AgNO3. Kemudian endapan merah muda yang terbentuk merupakan pengaruh warna diklorofloresein dan adanya adsorbs indikator indikator pada endapan AgCl. Warna zat yang terbentuk dapat berubah akibat adsorbs pada permukaan.
            Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh volume rata-rata AgNO3 yang dibutuhkan sebesar 10,55 ml. Volume ini kemudian dipakai dalam perhitungan untuk mencari kadar NaCl dalam sampel larutan garam dapur kasar. Sehingga hasil yang diperoleh pada percobaan ini sebesar 91,43 %.

Penentuan Kesadahan Air
            Langkah pertama adalah dengan menambahkan larutan HCl kedalam larutan sampel untuk memberikan susana asam dalam larutan tersebut. Kemudian larutan dididihkan untuk menghilangkan CO2. Reaksi penguapan CO2 adalah :
Lihat master 2
            Pendidihan air sadah menyebabkan terbentuknya endapan ion sadah (Ca2+) . Larutan yang telah didihkan lalu didinginkan, kemudian ditambahkan dengan indikator metil red yang bertujuan untuk mengetahui larutan saat ini apakah masih bersifat asam atau tidak, indikator ini memiliki range ph 4,2 (merah) – 6,2 (kuning). Warna larutan yang terjadi setelah penambahan indikator menjadi berwarna merah, sehingga larutan sementara masih bersifat asam. Setelah itu, dilakukan penambahan NaOH untuk menetralkan suasana asam pada larutan karena penambahan NaCl sebelumnya.   
            Larutan kemudian ditambahkan dengan larutan buffer pH 10 untuk mencegah terjadinya perubahan pH yang disebabkan terbentuknya H+ saat proses reaksi berlangsung, dengan kata lain untuk mempertahankan kondisi larutan tetap bersuasana basa. Sementara itu, indikator yang digunakan pada titrasi ini adalah indikator EBT yang memliki range ph 7-11. Penambahan indikator ini pada larutan menyebabkan warna ungu senyawa kompleks karena bereaksinya reaksi antara Ca2+ (ion sadah) dari larutan sampel dengan indikator EBT. Reaksi yang terjadi adalah :
(lihat master 2) dan struktur EBT
            Larutan kemudian dititrasi dengan larutan EDTA tetes demi tetes sampai terjadinya perubahan warna dari ungu menjadi biru yang berarti terjadinya tititk ekivalen pada proses titrasi. Larutan yang berwarna biru merupakan tanda terlepasnya interaksi antara indikator EBT dengan Ca+ , dan tanda bahwa senyawa yang terbentuk karena ion Ca+ dari sampel larutan (sebagai ligan) terikat pada EDTA membentuk Senyawa kompleks Ca-EDTA. Reaksi saat terjadinya titik ekivalen adalah :
(lihat master 2 beserta struktur edta)
            Berdasarkan hasil percobaan diperoleh volume rata-rata EDTA yang dibutuhkan pada titrasi ini sebesar 10,25 ml sehingga didapat nilai kesadahan air dalam 100 ml sampel sebesar....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Praktikum Kimia Analitik 2: Percobaan 5 (Analisis Fosfor dan Krom(IV) Secara Spektrofotometri UV-Vis)

Laporan Praktikum Kimia Analitik 2: Percobaan 5 (Analisis Fosfor dan Krom(IV) Secara Spektrofotometri UV-Vis) Master 2 Pembahasan Analisis Fosfor dan Krom (VI) secara spktrofotometri UV-Vis Pada percobaan kali ini akan dibahas mengenai analisis fosfor dan krom (VI) secara spektrofotometri UV-Vis yang bertujuan untuk menentukan konsentrasi fosfat dalam sampel dan menentukan konsentrasi krom (VI) dalam sampel. Dalam menganalisis fosfor, pereaksi yang digunakan adalah ammonium molibdovanadat, sedangkan dalam analisis krom (VI) pereaksi yang digunakan adalah difenilkarbazida. Sebelum menganalisis, larutan stok fosfor dan krom harus diencerkan terlebih dahulu menjadi konsentrasi yang lebih rendah.  Pada konsentrasi tinggi, jarak rata-rata diantara molekul pengabsorbsi menjadi kecil sehingga masing-masing molekul mempengaruhi distribusi muatan molekul lainnya. Interaksi ini dapat mengubah kemampuan suatu molekul untuk menga

Laporan Praktikum Kimia Analitik 1 : Percobaan 5 (Gravimetri)

Laporan Praktikum Kimia Analitik 1 : Percobaan 5 (Gravimetri) Master 1 Extras Dasar Teori Sumber : (Shevla,1990) Master 2 Pembahasan Penentuan Nikel Secara Gravimetri Pada percobaan pertama akan dibahas mengenai penentuan Ni secara gravimetri yang bertujuan untuk menentukan kadar nikel dari endapan yang terbentuk dengan cara mengendapkan ion nikel dalam bentuk endapan Ni(DMG) 2 . Metode yang digunakan dalam menentukan kadar Ni adalah gravimetri pengendapan. Day dan Underwood (2002), menyatakan bahwa gravimetri pengendapan adalah gravimetri dengan komponen yang hendak didinginkan diubah menjadi bentuk yang sukar larut atau mengendap dengan sempurna. Sebelum menambahkan bahan utama, yaitu DMG, ada beberapa perlakuan penambahan bahan yang dilakukan untuk memperlancar proses pengendapan Ni(DMG)2. Perlakuan pertama adalah mengencerkan sampel dengan akuades. Tujuannya adalah untuk melarutkan garam yang berada dalam sampel sehingga mudah bercampu